21 March 2015

DINAMIKA KETATANEGARAAN DI INDONESIA 1945-1950


BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Perkembangan ketatanegaraan dapat di bagi menjadi beberapa periode,sejak masa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai sekarang. Dalam beberapa periode tersebut, ketatanegaraan Indonesia mengalami pasang surut seiring dengan perjalanan waktu. Hal tersebut selain dikarenakan kemerdekaan kita yang mendadak sehingga masih kurangnya persiapan, juga akibat dari kembalinya belanda yang ingin menjajah dan menguasai Indonesia lagi.
Sebagai bentuk hukum dasar tertulis UUD 1945 merupakan sumber hukum tertinggi di Indonesia, artinya segala peraturan yang ada dalam ketatanegaraan haruslah bersumber pada UUD 1945. Sehingga setiap peraturan yang tidak sesuai dengan UUD, maka peraturan terebut dihapuskan. Tetapi, ketatanegaraan Indonesia masih berubah-ubah seiring dengan perubahan konstitusi yang menjadi landasan operasional keberlangsungan berbangsa dan bernegara itu sendiri. Dalam perubahan tersebut indonesia mengalami beberapa fase penting dalam ketatanegaraan Indonesia yaitu pada masa UUD 1945 di awal kemerdekaan, UUD RIS dan UUDS.
B.       RUMUSAN MASALAH
1.    Kapan masa berlakunya UUD 1945?
2.    Kapan masa berlakunya Konstitusi RIS 1949?
3.    Kapan masa berlakunya UUDS 1950?


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Masa Berlakunya UUD 1945 (Agustus 1945 - Desember 1948)
Pada masa awal kemerdekaan, pembagian kekuasaan belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan belum terbentuknya lembaga-lembaga negara seperti yang di kehendaki UUD 1945. Mengingat keadaan pada masa awal kemerdekaan negara kita masih berada masa peralihan hukum pemerintahan, pelaksanaan ketatanegaraan seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945 belum dapat sepenuhnya dilasanakan. Namun, penjelasan UUD 1945 telah mengantisipasi keadaan itu. Menurut Pasal IV Aturan peralihan, bahwa sebelum MPR, DPR , dan DPA di bentuk menurut UUD 1945, segala kekuasaan negara dijalankan oleh presiden dengan bantuan sebuah komite nasional.
Pada awal kemerdekaan Indonesia dipimpin oleh Presiden dan wakil presiden, sejak tanggal 18 Agustus 1945 sampai 16 oktober 1945 segala kekuasaan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif ) dijalankan oleh satu badan atau lembaga, yaitu presiden dibantu oleh KNIP. Sehingga pada masa itu dapat dikatakan belum adanya pembagian kekuasaan pembagian kekuasaan. Oleh karena belum terbentuknya MPR dan DPR, oleh karena itu wakil presiden mengeluarkan Maklumat Wapres No. X pada tanggal 16 Oktober 1945 yang berisi bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif. Melaui maklumat ini telah terjadi pembagian kekuasaan, meskipun presiden masih memegang sebagian besar kekuasaan namun, kewenangan legislatif telah diberikan pada KNIP.
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP): 1945-1949 atau KNIP merupakan badan pembantu Presiden yang pembentukannya di dasarkan pada keputusan sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18 Agustus 1945. KNIP merupakan pengembangan dari Komite Nasional Indonesia( KNI) dilantik oleh Presiden Soekarno pada tanggal 29 Agustus 1945 yang beranggotakan 137 orang (terdiri dari tokoh masyarakat dan anggota PPKI). KNIP yang semula berfungsi sebagai pembantu presiden, kemudian berubah melaksanakan tugas legislatif berdasarkan Maklumat Wapres No. X yang berbunyi :
“Bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat, sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis Besar Haluan Negara, serta menyetujui bahwa pekerjaan KNI Pusat sehari-hari, berhubungan dengan gentingnya keadaan, dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih di antara mereka dan yang bertanggung jawab kepada KNIP. Sejak proklamasi kemerdekaan sampai pulihnya kembali NKRI tanggal 17 Agustus 1950, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia dan Komite Nasional sendiri telah menyetujui 133 Rancangan Undang-undang, diantaranya yang terpenting adalah Undang-Undang No.11 tahun 1949 tentang pengesahan Konstitusi Republik Indonesia Serikat.

B.       Periode Konstitusi Republik Indonesia Serikat ( RIS ) 1949
Akibat dari Belanda berusaha memecah belah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negaranegara ”boneka” seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam negara RepubIik Indonesia. Bahkan, kemudian Belanda melakukan agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Dan untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia, Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia.KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu:
1.Didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat
2.Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat
3.Didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.,
Sehingga wilayah negara Indonesia menyusut menjadi Pulau Jawa dan Sumatra saja, seta Ibukota berpindah ke Jogjakarta, dan Indonesia masuk sebagai salah satu negara boneka belanda sehingga Republik Indonesia berganti menjadi Republik Indonesia Serikat.
Dengan perubahan tersebut maka sumber hukum kita yang tadinya UUD 1945 berubah atau berganti menjadi UUD RIS dan sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer. Pada sistem ini, Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen ( Dewan Perwakilan Rakyat ), dan apabila pertanggungjawaban itu tidak diterima oleh Dewan Perwakilam Rakyat maka dapat menyababkan bubarnya kabinet. Jadi, kedudukan kabinet bergantung kepada DPR.
Sistem pemerintahan parlementer mempunyai ciri-ciri pokok berikut ini:
a.       Perdana menteri bersama para menteri baik secara bersama ataupun sendiri-sendiri bertangggung jawab kepada parlemen.
b.      Pembentukan kabinet didasarkan pada kekuatan-kekuatan yang ada dalam parlemen.
c.       Para anggota kabinet mungkin seluruhnya atau sebagian mencerminkan kekuatan yang ada dalam parlemen.
d.      Kabinet dapat dijatuhkan setiap saat oleh parlemen dan sebaliknya kepala negara dengan saran perdana menteri dapat memubarkan parlemen dan memerintahkan diadakannya pemilihan umum.
e.       Lamanya masa jabatan kabinet tidak dapat di tentukan dengan pasti.
f.       Kedudukan kepala negara tidak dapat diganggu gugat atau di minta pertanggungjawaban atas jalannya pemerintahan.
Dengan demikian, yang membedakan sistem pemerintahan presidensial dengan parlementer adalah sebagai berikut:
a.       Sistem pemerintahan presindensial yang menjadi kepala negara adalah presiden, sedangkan dalam pemerintahan parlementer yang menjadi kepada negara adalah  presiden atau  raja.
b.      Sistem pemerintahan parlementer, pemerintah bertanggung jawab dan berada di bawah pengawasan parlemen,sedangkan dalam sistem pemerintahan presindensial pemerintah tidak bertnggung jawab kepada parlemen / DPR.
Sejarah sistem pemerintahan parlementer di Indonesia telah dimulai sejak periode berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama. Tepatnya sejak dikeluarkan Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945. Akibatnya, kekuasaan pemerintahan bergeser dari tangan presiden kepada menteri. Menurut Konstitusi RIS, kekuasaan pembentukan perundang-undangan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan senat terhadap undang-undang yang isinya melibatkan beberapa negara/daerah bagian atau antara pemerintah dengan negara/daerah bagian. Untuk undang-undang yang isinya di luar itu, cukup dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR.
Oleh sebab itu, agar suatu undang-undang mempunyai kekuatan mengikat maka harus disetujui oleh DPR dan senat serta disahkan oleh pemerintah. Dalam hal pengesahan ini suatu undang-undang selain ditandatangani oleh presiden juga ditandatangani oleh menteri yang bertanggung jawab terhadap materi undang-undang tersebut. Dengan demikian, pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan senat dalam melaksanakan kekuasaan legislatif harus bekerja sama, Demikian pula pemerintah, dalam melaksanakan kekuasaan pemerintahan harus benar-benar memperhatikan suara Dewan Perwakilan Rakyat.
Mahkamah Agung  berfungsi sebagai penilai masalah penerapan atau pelanggaran hukum dan peradilan tingkat kasasi. Kedudukan Mahkamah Agung sebagai pengadilan federasi tinggi yang berwenang melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan-perbuatan, baik pengadilan federal maupun pengadilan negara/daerah bagian. Di samping itu, Mahkamah Agung berhak memberi nasihat kepada presiden yang berkenaan dengan pemberian grasi atau hukuman yang telah dijatuhkan oleh pengadilan.


C.      MASA BERLAKUNYA UUDS 1950
Negara Federal Republik Indonesia serikat ternyata tidak sesuai dengan cita-cita perjuangan rakyat Indonesia, sehingga Pada 19 Mei 1950, dicapai kesepakatan untuk membentuk kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dituangkan dalam sebuah piagam persetujuan.[1] Disebutkan pula bahwa Negara Kesatuan itu akan berdasarkan undang-undang dasar baru yang merupakan gabungan unsur-unsur UUD 1945 dengan Konstitusi RIS yang menghasilkan UUDS 1950. Negara Kesatuan RI secara resmi berdiri pada tanggal 17 Agustus 1950 dan Ir. Soekarno terpilih sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden. Sejak saat itu pula pemerintah menjalankan pemerintahan dengan menggunakan UUDS 1950.
Prinsip-prinsip Sistem Ketatanegaraan yang tercantum dalam UUDS 1950 negara kesatuan antara lain :
1.    Penghapusan senat
2.    DPR Sementara terdiri atas gabungan DPR RIS dan  Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat
3.    DPRS bersama-sama dengan Komite Nasional Pusat disebut Majelis Perubahan Undang-Undang Dasar dengan hak mengadakan perubahan dalam UUD baru dan
4.    Konstituante terdiri dari anggota-anggota yang dipilih melalui Pemilu.
Lembaga-lembaga negara yang ada pada masa berlakunya UUDS yaitu pada periode 17 Agustus 1950- 5 Juli 1959 menurut UUDS pasal 44 lembaga negara yang ada yaitu:
a.    Presiden dan Wakil Presiden
b.    Menteri-menteri
c.    Dewan Perwakilan Rakyat
d.   Mahkamah Agung
e.    Dewan Pengawas Keuangan.
Berdasarkan Pasal 51 UUDS, Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang pembentuk kabinet setelah itu sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet presiden mengangkat seorang menjadi perdana mentri dan mengangkat menteri-menteri yang lain. Menteri-menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri.
Sebagai kepala negara berdasarkan pasal 84 presiden berhak untuk membubarkan DPR.”Kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat”.
Dalam wewenangnya DPR berhak untuk mengajukan usul Undang-undang kepada pemerintah dan berhak mengadakan perubahan-perubahan dalam usul Undang-undang yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR. Apabila akan mengusulkan Undang-undang maka mengirimkan usul itu untuk disahkan oleh pemerintah kepada presiden.
Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan Dewan Pengawas Keuangan. Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi sebagai lembaga yudikatif atau pengawas dari pelaksanaan UUDS, pengangkatan Mahkamah Agung adalah untuk seumur hidup. Mahkamah Agung dapat dipecat atau diberhentikan menurut cara dan ditentukan oleh undang-undang (Pasal 79 Ayat 3 UUDS 1950), selain itu diatur pada pasal yang sama ayat berbeda yaitu ayat 4 disebutkan bahwa ” Mahkamah Agung dapat diberhentikan oleh Presiden atas permintaan sendiri”. Selain sebagai pengawas atas perbuatan pengadilan-pengadilan yang lain, Mahkamah Agung juga memberi nasehat kepada Presiden dalam pemutusan pemberian hak grasi oleh presiden. Pengangkatan anggota DPK seumur hidup, undang-undang menetapakan ketua, wakil ketua dan anggotanya dapat diberhentikan apabila mencapai usia tertentu. DPK dapat diberhentikan oleh presiden atas permintaan sendiri.[2]


BAB III
KESIMPULAN
Pada awal kemerdekaan, sistem ketatanegaraan Indonesia sering kali terjadi perubahan serta belum sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh UUD 1945. Pada periode ini tongkat kekuasaan didominasi Presiden. Hal ini dikarenakan belum terbentuknya badan pemerintahan pendukung lainnya, karena pada masa itu Indonesia sedang berperang melawan Belanda yang ingin menjajah Indonesia kembali sehingga rakyat Indonesia lebih berfokus pada perjuangan tersebut. Pada awal Berlakunya UUD (1945-1948) kekuasaan dipegang sepenuhnya oleh Presiden yang dibantu KNIP. Baru setelah Wakil Presiden mengeluarkan Maklumat Wapres No. X, KNIP diserahi kekuasaan legislatif.
Pada saat perubahan bentuk negara dari NKRI menjadi RIS, UUD mengalami pergantian menjadi UUD RIS serta sistem pemerintahan berubah dari presidensiil menjadi parlementer. Namun rakyat menilai RIS tidak sesuai dengan cita-cita bangsa sehingga RIS berubah kembali menjadi NKRI dan dalam masa peralihan tersebut UUD RIS digantikan dengan UUDS.



DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam.2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Huda, Ni’matul. 2013. Hukum Tata negara indonesia edisi revisi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mahfud MD, Moh. 1993. Dasar dan struktur Ketatanegaraan Indonesia, Yogyakarta: UII Press.
Syafiie, Inu Kencana.1997. Ilmu Politik. Jakarta: Rineka Cipta



[1] Dr. Moh Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (UII press, Yogyakarta:1993), hlm 109

No comments:

Post a Comment